Abstrak
Banjir lumpur lapindo atau lebih
dikenal sebagai bencana lumpur lapindo, adalah peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran lapindo brantas inc di dusun
balongnongo desa renokenongo, kecamatan porong, kabupaten sidoarjo, jawa timur sejak tanggal 29 mei 2006.
Yang dimana stratigrafi daerah sidoarjo dan sekitarnya terdapat satuan batuan yang penyusunnya dominan lempung (formasi
kalibeng atas dan formasi lidah)
yang tebal dan berumur muda, sehingga besar
kemungkinan masih belum terkonsulidasi sempurna dan masih labil.
1.
Pembahasan
Kolam
lumpur berisi lumpur panas adalah semacam air panas atau fomarol yang terdiri
dari kolam biasanya menggelegak lumpur. Lumpur umumnya berwarna putih
keabu-abuan, biasanya ada bintik kemerahan atau merah muda dari senyawa besi.
Lumpur panas terbentuk di daerah suhu tinggi dari panas bumi. Air sedikit yang
naik ke permukaan tersedia di tempat di mana tanah kaya akan abu vulkanik,
tanah liat dan partikel halus lainnya. Ketebalan lumpur biasanya berubah
seiring dengan perubahan musim pada tabel air.
Lumpur
biasanya berbentuk kental, sering menggelegak karena mendidih, membentuk gunung
lumpur yang bisa mencapai ketinggian 3-5 meter. Meskipun kolam lumpur sering
disebut gunung berapi lumpur, sesungguhnya keduanya berbeda.
2. Penyebab
Lapindo
brantas melakukan pengeboran sumur banjar panji-1 pada awal maret 2006 dengan
menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak
itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, januari 2006,
setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada
awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki untuk mencapai
formasi Kujung. Sumur tersebut akan dipasang casing yang ukurannya bervariasi
sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss dan kick
sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai
dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada
kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner)
16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo
Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi
dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing
9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara
formasi Kalibeng Bawah dengan
Formasi Kujung (8500 kaki).
Gambar. 01
Gambar. 02
Diperkirakan
bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis
pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona
pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi
Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi
Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah
menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada.
Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran
masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan
tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi
dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah
kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira
target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi
Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong).
Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang
(masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss
sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat
dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos
ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit
sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan,
perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera
dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan
mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan
tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole
dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman
tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan
banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke
permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui
lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi
akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami
tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai
tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Alam AAPG 2008 International Conference
& Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center,
Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang
diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG)
dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga)
ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh
dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara
ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam
belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan
Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan
teknis dalam proses pemboran.
2.1 Hasil
Uji Lumpur
Berdasarkan pengujian toksikologis
di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh
kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan
anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan
sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol,
Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian
menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang
windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia
carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak
beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar
yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan
lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended
Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000
ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar
EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila
nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Di beberapa negara, pengujian
semacam ini memang diperlukan untuk membuang lumpur bekas pengeboran (used
drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L
SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan.
Namun Simpulan dari Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan hasil berbeda, dari
hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan
sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi
manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai
bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar
yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat dan PAH Mengancam Korban Lapindo)
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang
batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m3 atau setara dengan
0,23 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/kg. Maka dari hasil analisis di atas
diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung
kadar Chrysene di atas ambang batas. Sedangkan
untuk Benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik
yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya di atas ambang batas.
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai
2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya
adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam
keberadaan manusia dan lingkungan:
·
Bioakumulasi
dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
·
Kulit
merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
·
Kanker
·
Membahayakan
organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan
mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan
yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan anak
cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo
beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga
tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau
meninggal akibat lumpur tersebut.
3.
DAMPAK
Semburan lumpur
ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi
aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT
Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah
masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
·
Lumpur
menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa
dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat
untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga
menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga
yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi.
Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah
terendam lumpur.
·
Lahan
dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo,
Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring,
Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon;
serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
·
Sekitar
30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan
merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena
dampak lumpur ini.
·
Empat
kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak
bekerja.
·
Tidak
berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya
sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
·
Rumah/tempat
tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.
Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428,
Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor
Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
·
Kerusakan
lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan
·
Pihak
Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku
telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat
penanggulangan lumpur.
·
Meledaknya
pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena
tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam .
·
Ditutupnya
ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan,
dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui
Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
·
Tak
kurang 600 hektar lahan terendam.
·
Sebuah
SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan
listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat
difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya
jalur transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain
di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di
kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama
di Jawa Timur.
Gambar. 03
Gambar. 04
Gambar. 05
4.
Upaya Penaggulangan
Sejumlah
upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan
membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur
terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol,
yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika
dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton
pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian
Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006,
mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi
yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan
volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang
jelas.
Badan
Meteorologi
dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika
perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap
ke segala arah, mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember
Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat
tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur
diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi
dalam hitungan jangka pendek.
Sudah
ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi
dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan
Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di
antaranya, para pakar dari ITS, Institut Teknologi Bandung,
dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang
menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan
jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk
jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.
·
Skenario Penghentian Semburan Lumpur
Ada
pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan, dengan beberapa
skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa dihentikan sampai tahun 2009
tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah fenomena alam.
Skenario pertama
Menghentikan
luapan lumpur dengan menggunakan snubbing unit pada sumur Banjar
Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem peralatan bertenaga hidraulik
yang umumnya digunakan untuk pekerjaan well-intervention & workover
(melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yang sudah ada). Snubbing unit
ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor seberat 25 ton dan panjang 400
meter yang tertinggal pada pemboran awal. Diharapkan bila mata bor tersebut
ditemukan maka ia dapat didorong masuk ke dasar sumur (9297 kaki) dan kemudian
sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur berat. Akan tetapi skenario
ini gagal total. Rangkaian mata bor tersebut berhasil ditemukan di kedalaman
2991 kaki tetapi snubbing unit gagal mendorongnya ke dalam dasar sumur.
Skenario kedua
Dilakukan
dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) menghindari mata
bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig milik
PT Pertamina
(persero). Skenario kedua ini juga gagal karena telah
ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara
1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1.
Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul
gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan
keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih
dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi.
Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.
Skenario ketiga
Pada
tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan terlebih dulu membuat tiga sumur
baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara lain: Pertama, sekitar
500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat
laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar
Panji-1. Sampai saat ini skenario ini masih dijalankan.
Ketiga
skenario beranjak dari hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan di dinding
sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang terjadi adalah
fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug Kuwu
di Purwodadi,
Jawa Tengah.
Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus memuntahkan lumpur cair hingga membentuk
rawa.
Rudi
Rubiandini, anggota Tim Pertama, mengatakan bahwa gunung lumpur hanya bisa
dilawan dengan mengoperasikan empat atau lima relief well sekaligus.
Semua sumur dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat keluarnya lumpur.
Kendalanya pekerjaan ini mahal dan memakan waktu. Contohnya, sebuah rig
(anjungan pengeboran) berikut ongkos operasionalnya membutuhkan Rp 95 miliar.
Biaya bisa membengkak karena kontraktor dan rental alat pengeboran biasanya
memasang tarif lebih mahal di wilayah berbahaya. Paling tidak kelima sumur akan
membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun sulit mendapatkan rig yang menganggur
di tengah melambungnya harga minyak.
Rovicky
Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di lokasi sumur
Porong-1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat tanda-tanda
geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu, demikian analisisnya.
Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan: semburan lumpur di Porong baru
berhenti dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun.
Dalam
dokumen Laporan Audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007
disebutkan temuan-temuan bahwa upaya penghentian semburan lumpur tersebut
dengan teknik relief well tidak berhasil disebabkan oleh faktor-faktor
nonteknis, diantaranya: peralatan yang dibutuhkan tidak disediakan. Senada
dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, Rudi Rubiandini juga menyatakan bahwa
upaya penghentian semburan lumpur dengan teknik relief well tersebut tidak
dilanjutkan dengan alasan kekurangan dana.
·
Antisipasi
Kegagalan menghentikan semburan lumpur
Jika
skenario penghentian lumpur terlambat atau gagal maka tanggul yang disediakan
tidak akan mampu menyimpan lumpur panas sebesar 126,000 m3 per hari. Pilihan
penyaluran lumpur panas yang tersedia pada pertengahan September 2006 hanya
tinggal dua.Skenario ini dibuat kalau luapan lumpur adalah kesalahan manusia,
seandainya luapan lumpur dianggap sebagai fenomena alam, maka skenario yang
wajar adalah 'bagaimana mengalirkan lumpur kelaut' dan belajar bagaimana hidup
dengan lumpur.
Pilihan
pertama adalah meneruskan upaya penangangan lumpur di
lokasi semburan dengan membangun waduk tambahan di sebelah tanggul-tanggul yang
ada sekarang. Dengan sedikit upaya untuk menggali lahan ditempat yang akan
dijadikan waduk tambahan tersebut agar daya tampungnya menjadi lebih besar.
Masalahnya, untuk membebaskan lahan disekitar waduk diperlukan waktu, begitu
juga untuk menyiapkan tanggul yang baru, sementara semburan lumpur secara terus
menerus, dari hari ke hari, volumenya terus membesar.
Pilihan
kedua adalah membuang langsung lumpur panas itu ke Kali Porong.
Sebagai tempat penyimpanan lumpur, Kali Porong ibarat waduk yang telah
tersedia, tanpa perlu digali, memiliki potensi volume penampungan lumpur panas
yang cukup besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali tersebut,
bila separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi penyimpanan
lumpur di Kali Porong sekitar 300,000 m3 setiap kilometernya. Dengan kata lain,
kali Porong dapat membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta m3, atau akan
memberikan tambahan waktu sampai lima bulan bila volume lumpur yang dipompakan
ke Kali Porong tidak melebihi 50,000 m3 per hari. Bila yang akan dialirkan ke Kali
Porong adalah keseluruhan lumpur yang menyembur sejak awal Oktober 2006, maka
volume lumpur yang akan pindah ke Kali Porong mencapai 10 juta m3 pada bulan
Desember 2006. Volume lumpur yang begitu besar membutuhkan frekuensi dan volume
penggelontoran air dari Sungai Brantas
yang tinggi, dan kegiatan pengerukan dasar sungai yang terus menerus, agar Kali
Porong tidak berubah menjadi waduk lumpur. Sedangkan untuk mencegah pengembaraan
koloida lumpur Sidoardjo di perairan Selat Madura,diperlukan
upaya pengendapan dan stabilisasi lumpur tersebut di kawasan pantai Sidoardjo.
Para
pakar yang melakukan simposium di ITS pada minggu kedua September, menyampaikan
informasi bahwa kawasan pantai di Kabupaten Sidoardjo mengalami proses
reklamasi pantai secara alamiah dalam beberapa dekade terakhir disebabkan oleh
proses sedimentasi dan dinamika perairan Selat Madura. Setiap tahunnya, pantai
Sidoardjo bertambah 40 meter. Sehingga upaya membentuk kawasan lahan basah di
pantai yang terbuat dari lumpur panas Sidoardjo, merupakan hal yang selaras
dengan proses alamiah reklamasi pantai yang sudah berjalan beberapa dekade terakhir.
Dengan mengumpulkan lumpur panas Sidoarjo ke tempat
yang kemudian menjadi lahan basah yang akan ditanami oleh mangrove, lumpur
tersebut dapat dicegah masuk ke Selat Madura sehingga tidak mengancam kehidupan
nelayan tambak di kawasan pantai Sidoardjo dan nelayan penangkap ikan di Selat
Madura. Pantai rawa baru yang akan menjadi lahan reklamasi tersebut
dikembangkan menjadi hutan bakau yang lebat dan subur, yang bermanfaat bagi
pemijahan ikan, daerah penyangga untuk pertambakan udang. Pantai baru dengan
hutan bakau di atasnya dapat ditetapkan sebagai kawasan lindung yang menjadi
sumber inspirasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat terhadap pentingnya
pelestarian kawasan pantai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar